24 January 2010

Belajar Menghargai

Di minggu sore yang cerah ini, ku putuskan untuk pergi berenang di salah satu kompleks perumahan yang lumayan baru di kota medan ini. Nama kompleksnya Mutiara Residence. Kolam renangnya masih jernih dan pengunjungnya masih sedikit. Tenda-tenda yang biasanya ada dipinggir kolam tempat pengunjung berteduh pun belon ada. Yang tersedia hanyalah kursi-kursi plastik. Itupun hanya beberapa yang tersedia. Ku ambillah salah satu kursi ini agar ku bisa meletakkan peralatan renang diatasnya. Setelah mengganti bajuku dan memakai kacamata renan minus kesayanganku, ku segera ceburkan diri ke kolam ini. Kebetulan ada bawa kamera bawah air maka ku potret-potret lar keadaan di sekitar kolam ini sambil berenang.

Pelan tapi pasti, pengunjung pun mulai berdatangan satu persatu. Diantara para pengunjung, terlihatlah dua ibu-ibu dan satu orang bapak-bapak masuk ke area kolam renang ini. Nah disinilah terjadi permainan 'Mencuri Kursi'. Berhubung jumlah kursi yang terbatas, salah satu ibu-ibu tadi tanpa merasa bersalah mengambil salah satu kursi plastik kepunyaan orang. Semua tas dan baju yang terletak diatas kursi ini ditinggalkan begitu saja dilantai. Lalu kursinya di bawa untuk dipindahkan ke tempat lain dan ibu ini (anggap aja namanya Acu) mempersilahkan temannya duduk diatas kursi haram ini. Kalau kejadian ini tidak diketahui pemilik kursi sebelumnya seharusnya tak masalah. Paling-paling pemiliknya bingung ketika pengen duduk atau sekadar lap badan. Yang hanya ditemukan hanyalah peralatan renangnya yang udah berceceran dilantai. Sulit menemukan pelaku yang telah mulusnya mengambil kursi ini.


Dan inilah pertanyaan seharga 1 milyar rupiah, 'Siapakah pemilik asli kursi plastik tersebut?'. Yap benar, anda berhak atas 1 milyar rupiah. Tas dan baju guenya lar yang telah diletakkan begitu saja dilantai. Kursi plastik guenya lar yang telah di ambil begitu saja. Padahal masih banyak kursi plastik orang lain disamping. Tapi kenapa...oh kenapa mesti kursi gue yang diambil. Tetapi mengingat 'azaz praduga tak bersalah', ku pura-pura keluar dari kolam renang dan agak mengomel kalo kursiku telah hilang. Saya berharap Acu mendengar dan segera meminta maaf atas penzoliman ini. Yah seharusnya ini ada diajarkan di pelajaran PPKN pas SD dulu. Kalau ingin mengambil/meminjam barang seseorang, seharusnya lar minta permisi. Walaupun kursi plastik ini bukan gue bawa dari rumah, tapi yah gue duluan datang . Seharusnya si Acu bisa menghormati hak orang. Apa lacur, setelah mengomel sedemikian kerasnya tetapi tidak membuahkan hasil. Acu hanya pura-pura tak mendengar atau memang tak dengar sama sekali omelan guenya. Acu tetap asyik bercakap-cakap dengan koleganya.

Oke berarti gue harus melaksanakan rencana B (plan B istilahnya). Sebagai sesama manusia, haruslah saling belajar dan kali ini gue merasa harus menjadi guru PPKN untuk Acu. Pelajaran hari ini adalah tentang 'Menghargai dan Toleransi'. Ku tunggulah saat yang tepat untuk memberikan pelajaran ini.

Memang ada sedikit keraguan di hatiku, apakah ingin mencari masalah dengan ibu ini atau biarkan saja peristiwa pelecehan ini terjadi. Yah memang hanya sebuah kursi saja persoalannya. Tetapi setelah memperhatikan, menimbang, berenang, akhirnya kuputuskan untuk tidak membiarkan pelecehan ini terjadi. Saat yang kutunggu-tunggu pun tiba.
Ah ha...ibu yang menduduki kursiku ini (anggap aja Ayin namanya) beberapa saat kemudian pergi buang air kecil. Tetapi masih ada Acu yang menjaga barang bawaan Ayin. Ingin kulakukan hal yang sama persis seperti yang Acu lakukan terhadap diriku yang lemah ini. Ku hampiri tempat Acu dan koleganya berkumpul dengan masih memakai kacamata renangku. Setelah tiba ditempat, ku lihat ada tas Ayin terletak dengan manisnya diatas kursi itu. Tanpa merasa bersalah ku langsung meletakkan tas tersebut ke lantai. Acu masih belon bereaksi. Mungkin dikirain mau ngapain guenya. Kursinya lalu ku angkat paksa. Acu baru terkejut dan berusaha menahan niatku sembari berkata : 'eh ini kursi udah ada yang duduk'. Gue pun dengan santai menjawab :'enak aja, wong ini kursiku kok!'. Dengan pasrah Acu pun merelakan kursi ini kembali ke pelukan pemilik aslinya. Oh, kursiku, anda akhirnya kembali. Lalu ku bawa dan letakkan kursi ini ke tempatnya semula. Gue duduk bentar untuk menyaksikan reaksi Ayin yg baru keluar dari kamar kecil dan menemukan kursinya telah hilang. Oke pelajaran memang telah selesai gue berikan, tetapi ku masih menunggu reaksi lanjutan dari ibu-ibu ini.

Yah sejauh yang saya dengar sayup-sayup, hanyalah omelan Ayin karena kehilangan kursinya. Acu pun mengaku kepada Ayin kalo memang kursi itu tadi diambil dariku. Ku harapkan ibu-ibu ini menghampiriku untuk mencari pasal alias meminta pelajaran tambahan. Tetapi ini tidak terjadi. Beberapa saat kemudian datanglah segerombolan anak muda yang baru habis main basket dipinggir kolam. Yah memang kebetulan dipinggir kolam ada lapangan basket. Anak muda ini membawa kursi yang kebetulan ada di lapangan basket. Ayin bertanya dimanakah gerangan bisa mengambil kursi seperti itu dan mencurigai kalau anak muda ini juga mengambil kursi milik orang lain. Ayin pun tanpa malu pengen meminjam kursi ini tapi tidak diiyakan anak muda ini.

Gue menganggap telah berhasil dalam memberi pelajaran lantaran Ayin sekarang udah bisa meminta izin. Moral dari cerita di atas adalah ibu-ibu terkadang bisa lupa pelajaran SD dulu. Jadi mohon maafkanlah dan berilah pelajaran dengan baik-baik kepada ibu-ibu seperti ini kalo anda menjumpainya. Kalau saja tadi Acu bisa dengan manisnya meminta maaf dan meminta izin pakai kursi itu, pasti hati ku yang lemah lembut ini akan mempersilahkan dengan hormat. Mungkin akan saya suguhkan lagi minuman dan makanan agar percakapan menjadi lebih menarik. Ceritanya pasti lain dan postingan ini tidak perlu terjadi. Tapi udahlah, mungkin memang Acu, Ayin dan koleganya lagi beruntung mendapatkan pelajaran berharga dariku. Semoga !!!

2 comments:

Kasih Donk Komentarnya